Notification

×

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Kepala Desa Bungkam, Dugaan Penyalahgunaan Dana Desa Talang Akar Kian Menguat

Senin, 29 Desember 2025 | Desember 29, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-12-29T02:19:30Z

Talang Ubi.PALI Ekspres — Dugaan penyimpangan dan praktik penyalahgunaan dalam pengelolaan Anggaran Dana Desa (ADD) Talang Akar, Kecamatan Talang Ubi, Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI), Sumatra Selatan (Sumsel) sepanjang Tahun Anggaran 2023 hingga 2025, kian menguat.


Hal tersebut menyusul sikap bungkam Kepala Desa Talang Akar yang hingga kini tidak memberikan klarifikasi, data, maupun respons resmi, meski telah dikirimi surat konfirmasi, permohonan wawancara, dan permintaan dokumen pendukung kegiatan. Sikap tertutup ini memunculkan dugaan adanya ketidakwajaran hingga potensi penyimpangan dalam pengelolaan dana desa yang bersumber dari keuangan negara.


Berdasarkan dokumen realisasi anggaran yang berhasil dihimpun, ditemukan sejumlah kegiatan bernilai besar yang dinilai janggal, mulai dari penganggaran ganda Posyandu, pembangunan dan pemeliharaan karamba perikanan yang berulang, hingga pembangunan fisik dengan nilai anggaran tinggi namun minim transparansi manfaat dan output.


Surat konfirmasi resmi tersebut dikirimkan sebagai bagian dari fungsi kontrol sosial pers dan keterbukaan informasi publik. Dalam surat itu, pemerintah desa diminta menjelaskan secara rinci dasar penganggaran, Rencana Anggaran Biaya (RAB), volume pekerjaan, spesifikasi teknis, dokumentasi kegiatan, serta manfaat nyata bagi masyarakat. Namun hingga batas waktu yang dinilai wajar, tidak satu pun jawaban diberikan, baik secara tertulis maupun melalui kesediaan wawancara.


*Anggaran 2023: Posyandu Dianggarkan Dua Kali, Karamba Rp160 Juta Dipertanyakan*


Sorotan paling mencolok terjadi pada Tahun Anggaran 2023, di mana kegiatan Penyelenggaraan Posyandu tercatat dianggarkan dan direalisasikan dua kali dalam satu tahun anggaran, yakni:


°Penyelenggaraan Posyandu (makanan tambahan, kelas ibu hamil, kelas lansia, insentif kader)

Realisasi: Rp106.865.000


°Penyelenggaraan Posyandu (kegiatan serupa)

Realisasi: Rp108.940.000


Total anggaran kedua kegiatan tersebut mencapai Rp215.805.000. Namun hingga kini tidak ada penjelasan resmi mengenai perbedaan output, lokasi, sasaran penerima manfaat, maupun volume kegiatan. Kondisi ini memunculkan dugaan kuat pengulangan anggaran (double budgeting) yang berpotensi merugikan keuangan negara.


Selain itu, anggaran Pembangunan/Rehabilitasi/Peningkatan Karamba atau Kolam Perikanan Darat Milik Desa dengan nilai Rp160.520.000 juga menuai pertanyaan serius. Hingga saat ini tidak ditemukan data terbuka terkait hasil produksi, pendapatan desa, maupun manfaat ekonomi yang dirasakan masyarakat, sehingga memunculkan dugaan proyek tidak efektif, bahkan berpotensi fiktif.


Tak kalah mencurigakan, anggaran Sarana dan Prasarana Posyandu/Polindes/PKD sebesar Rp118.114.600 juga minim kejelasan. Tidak diketahui secara pasti apakah kegiatan tersebut berupa pembangunan baru, rehabilitasi, atau sekadar pengadaan sarana, serta objek bangunan apa saja yang dikerjakan.


*Anggaran 2024: Pola Berulang, Anggaran Besar, Manfaat Tak Jelas*


Memasuki Tahun Anggaran 2024, pola serupa kembali terulang. Kegiatan Pemeliharaan Karamba/Kolam Perikanan Darat kembali dianggarkan dengan nilai Rp72.289.000, meskipun pada tahun sebelumnya telah menyerap anggaran hingga ratusan juta rupiah. Namun, hingga kini tidak terdapat penjelasan resmi mengenai kondisi fisik karamba/kolam yang dipelihara, lokasi kegiatan, urgensi pemeliharaan lanjutan, maupun yang dihasilkan.


Kegiatan Peningkatan Ketahanan Pangan Tingkat Desa dengan realisasi Rp90.211.000 juga belum disertai penjelasan sistem pelaksanaan, mekanisme distribusi hasil, maupun evaluasi keberhasilan program. Minimnya transparansi memunculkan dugaan bahwa kegiatan tersebut sekadar formalitas administrasi.


Sementara itu, peningkatan sarana olahraga kepemudaan berupa pembangunan lapangan futsal desa tercatat menghabiskan anggaran Rp99.790.000. Namun, hasil pekerjaan hanya sebatas pengecoran lantai, tanpa dukungan spesifikasi teknis dan fasilitas penunjang sebagaimana mestinya. Kondisi ini memunculkan dugaan ketidakwajaran anggaran, sekaligus dasar perhitungan biaya dan rancang kegiatan tersebut.


Kejanggalan lainnya terlihat pada pembangunan MCK umum (tempat pemandian) berukuran hanya 3×3 meter yang menghabiskan anggaran Rp93.392.000. Nilai tersebut dinilai tidak rasional mengingat ukuran bangunan yang terbatas, sehingga memunculkan indikasi pemborosan anggaran dan dugaan penyimpangan dalam perencanaan maupun pelaksanaannya.


Tak hanya itu, pemeliharaan sumur resapan yang dalam keterangannya berupa pembangunan dua unit sumur gali menghabiskan anggaran Rp31.688.000, nilai yang dinilai jauh lebih tinggi dibandingkan biaya pembangunan sumur gali secara swadaya oleh warga.


*Anggaran 2025: Balai Desa Rp320 Juta Kembali Dipertanyakan*


Pada Tahun Anggaran 2025, Pemerintah Desa Talang Akar kembali merealisasikan anggaran besar untuk kegiatan Pembangunan/Rehabilitasi/Peningkatan Balai Desa atau Balai Kemasyarakatan dengan nilai mencapai Rp320.099.000. Namun hingga kini, tidak terdapat penjelasan resmi yang transparan mengenai bentuk kegiatan tersebut, apakah berupa pembangunan baru, rehabilitasi, atau sekadar peningkatan fasilitas.


Selain itu, rincian pekerjaan, spesifikasi teknis bangunan, lokasi pelaksanaan, hingga manfaat langsung yang dirasakan masyarakat juga tidak dipublikasikan secara terbuka. Minimnya informasi ini memicu tanda tanya besar, terutama mengingat besarnya nilai anggaran yang digelontorkan. Kondisi tersebut kembali menimbulkan dugaan adanya mark-up biaya dalam pelaksanaan kegiatan.


Tak berhenti di situ, pada tahun anggaran yang sama, Desa Talang Akar juga mengalokasikan anggaran untuk kegiatan Penyelenggaraan Desa Siaga Kesehatan yang dipecah ke dalam beberapa paket kegiatan. Namun, sebagaimana proyek balai desa, pelaksanaan kegiatan ini juga tidak diketahui secara pasti oleh publik. Adapun rincian anggaran tersebut meliputi:


°Rp1.500.000 untuk kegiatan penyediaan transport KPM, dengan rincian @1 orang sebesar Rp250.000

°Rp1.864.200 untuk kegiatan operasional RDS

°Rp3.760.000 untuk kegiatan rembuk stunting


Meski seluruh anggaran tersebut tercatat telah direalisasikan, tidak tersedia informasi yang jelas mengenai waktu pelaksanaan, lokasi kegiatan, jumlah dan identitas peserta, dokumentasi, maupun hasil yang dicapai. Ketertutupan ini memperkuat dugaan bahwa kegiatan-kegiatan tersebut hanya tercantum dalam dokumen administrasi tanpa pelaksanaan yang nyata, atau setidaknya dijalankan tanpa transparansi dan pertanggungjawaban yang memadai.


Lebih lanjut, pola penganggaran serupa juga ditemukan pada kegiatan Penyelenggaraan Posyandu. Menariknya, kegiatan yang sama telah dianggarkan pada Tahun 2023, namun pada Tahun 2025 kembali muncul dengan nilai yang bervariasi dan justru lebih kecil, yakni:


°Penyelenggaraan Posyandu (makanan tambahan, kelas ibu hamil, kelas lansia, insentif kader): Rp2.600.000

°Penyelenggaraan Posyandu (kegiatan serupa): Rp7.800.000

°Penyelenggaraan Posyandu (kegiatan serupa): Rp3.960.000


Pengulangan kegiatan dengan nomenklatur yang sama, namun nilai anggaran berbeda-beda dan tanpa penjelasan rinci mengenai perbedaan maupun cakupan kegiatan, semakin menambah daftar kejanggalan dalam pengelolaan Dana Desa Talang Akar.


*Meskipun Berulang Kali Dihubungi Kepala Desa Tetap Bungkam*


Sikap diam dan tertutupnya Kepala Desa Talang Akar dinilai semakin memperkuat dugaan adanya persoalan serius dalam pengelolaan Dana Desa. Dalam prinsip tata kelola pemerintahan yang baik, keterbukaan terhadap konfirmasi publik merupakan kewajiban, terlebih menyangkut penggunaan uang negara.


Ketertutupan tersebut dinilai bertentangan dengan prinsip transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi publik sebagaimana diamanatkan dalam pengelolaan Dana Desa. Bahkan, sikap bungkam ini dapat ditafsirkan sebagai pengabaian hak publik atas informasi, sekaligus memperkuat dugaan adanya penyimpangan anggaran.


Hingga berita ini diterbitkan, Kepala Desa Talang Akar belum memberikan tanggapan maupun klarifikasi resmi, meskipun telah berulang kali dihubungi serta dikirimi surat konfirmasi secara tertulis. Sikap bungkam tersebut semakin memperkuat sorotan publik dan menambah kecurigaan terhadap transparansi serta akuntabilitas pengelolaan anggaran Desa.(dewa)

×
Berita Terbaru Update