Notification

×

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Skandal Cetak Sawah PALI Biaya Mencekik, Lahan Terkonsentrasi Pada Satu Nama

Jumat, 05 Desember 2025 | Desember 05, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-12-05T04:46:24Z

PALI Ekspres |  Program pencetakan sawah baru di Desa Kota Baru, Kecamatan Penukal Utara, Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI), Sumatera Selatan, kembali menuai sorotan. Tim investigasi menemukan adanya ketidaksesuaian antara biaya pelaksanaan di lapangan dengan Dokumen Rencana Anggaran Biaya (RAB) yang menjadi acuan Kementerian Pertanian.


Berdasarkan dokumen RAB yang diperoleh, biaya pencetakan sawah di lokasi tersebut tercatat mencapai Rp 28 juta per hektare. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan standar historis Kementerian Pertanian, yang umumnya menetapkan unit cost cetak sawah pada kisaran Rp 16 juta hingga Rp 19 juta per hektare, bergantung pada kondisi geografis wilayah.


Artinya, biaya di PALI melampaui patokan nasional tersebut sebesar 47% hingga 75% lebih tinggi. Bahkan jika dibandingkan dengan gambaran anggaran makro pemerintah di mana program cetak sawah pernah dialokasikan sekitar Rp 10 triliun untuk 400.000 hektare, atau ekuivalen Rp 25 juta per hektare—nilai RAB di PALI tetap berada di atas rata-rata nasional, sekitar 12% lebih tinggi.


Lebih jauh, temuan investigasi menunjukkan bahwa 17 petak sawah baru yang dicetak melalui program initercatat atas nama satu orang berdasarkan peta kepemilikan resmi yang diterima redaksi. Konsentrasi kepemilikan dalam program berskala publik bernilai besar seperti ini mengundang pertanyaan serius mengenai pemerataan manfaat, arah kebijakan distribusi, dan proses penetapan calon penerima lahan (CPCL).


Dokumen pendukung seperti berita acara musyawarah desa, pertimbangan teknis pembagian hamparan, daftar CPCL yang disahkan, dan justifikasi teknis perbedaan biaya belum dapat ditunjukkan oleh pihak pelaksana, sehingga publik tidak memiliki gambaran mengapa biaya per hektare melonjak cukup jauh dibandingkan standar historis.


Program cetak sawah yang dibiayai negara pada prinsipnya harus memenuhi asas keadilan, transparansi, efektif, dan menjangkau sebanyak mungkin penerima manfaat di masyarakat lokal. Ketimpangan antara biaya dan hasil distribusi lahan membuka ruang spekulasi publik akan potensi inefisiensi, markup, atau rekayasa dalam proses administrasi program.


Darmadi Aktivis di  PALI mengatakan bahwa angka Rp 28 juta per hektare bukan hanya lebih tinggi dari rata-rata nasional, tetapi juga melampaui patokan teknis Kementan hampir dua kali lipat. Tanpa penjelasan teknis yang kuat seperti kontur ekstrem, kebutuhan irigasi khusus, atau mobilisasi alat yang mahal selisih sebesar itu sulit diterima sebagai kewajaran anggaran


"Ketika standar nasional berada di kisaran Rp 16–19 juta per hektare, dan alokasi pemerintah pada skala besar sekitar Rp 25 juta, maka biaya Rp 28 juta per hektare di PALI seharusnya memicu alarm. Publik berhak tahu mengapa program ini jauh lebih mahal, dan siapa yang benar-benar diuntungkan dari proyek ini,” tegas 


Dar mengungkapkan bahwa hal yang lebih mengkhawatirkan dibanding angka RAB 17 petak lahan sawah dari program negara ini ternyata jatuh pada satu nama. Program yang seharusnya memperluas akses lahan bagi banyak petani kecil justru terkesan mengonsolidasikan lahan pada satu pihak. Ini bukan persoalan administrasi biasa ini soal arah kebijakan yang menyimpang dari prinsip keadilan.


“Ketika dokumen dasar seperti CPCL, berita acara verifikasi, dan alasan teknis perbedaan biaya tidak tersedia, transparansi program patut dipertanyakan. Ketertutupan seperti ini justru memperbesar kecurigaan publik,” ujar Dar.


Ahmad Jhoni, S.P., M.M. Kepala Dinas Pertanian Kabupaten PALI mengatakan hal tersebut Penyusunan Studi Investigasi Desain (SID) untuk proses perencanaan dilakukan oleh pihak Univ Jend Soedirman dengan personil dari berbagai keahlian. Ada beberapa item di kaji termasuk materi teknis, pemetaan, gambaran dan RAB. Dasar dari SID untuk dilakukan oleh pelaksana dalam hal ini TNI


"Konsep cetak sawah sekarang ini dimana belum sama sekali dilakukan usaha tani sawah, sehingga pemilik lahan yang memiliki potensi bisa ikut dalam program swasembada pangan nasional yang akan dikelola oleh Brigade Pangan. Aturan Sesuai petunjuk pusat,"katanya pada (04/12/2025).


Ahmad Jhoni juga mengatakan Potensi lahan Kabupaten PALI berdasarkan peta AoI dari kementan, bahwa kabupaten PALI memiliki potensi 10.000 hektar, usulan Kabupaten  PALI seluas 3.600 hektar. Disetujui kementan 3.200 hektar Hasil Rilis ASEM dari BPS bahwa prod padi Kabupaten PALI sampai bulan Oktober 2025 naik 24,17 % dari tahun 2024.(Dewa)

×
Berita Terbaru Update